FILSAFAT JEPANG
Kebudayaan Jepang telah banyak
berubah dari zaman ke zaman dari kebudayaan asli negara ini. Setalah beberapa
pengaruh dari gelombang imigrasi dari benua lain disekitar Kepulauan Pasifik
yang diikuti dengan masuknya budaya Tiongkok, Jepang memgalami masa isolasi
yang panjang dari dunia luar dibawah Kashogunan Tokugawa sampai datangnya
"The Black Ships" dan era Meiji. Banyak pengaruh kebudayaan yang mengkombinasi
dalam negara ini yaitu Asia, Eropa, dan Amerika Utara.
Di negara Jepang istilah filsafat
disebut Kitetsugaku yang berarti ilmu mencari kebijaksanaan yang diperkenalkan
oleh Nishi Amane pada tahun 1862 yang 12 tahun kemudia ia singkat istilahnya
menjadi "tetsugaku" yang menggambarkan sesuatu yang dirasakan
menguntungkan untuk Jepang sebagai suatu kondisi yang diperlukan untuk
membangun masyarakat yang modern.
Tetsugaku adalah kata dalam bahasa Jepang yang berarti filsafat. Terdapat tiga fakta dasar mengenai filsafat Jepang, yaitu :
Tetsugaku adalah kata dalam bahasa Jepang yang berarti filsafat. Terdapat tiga fakta dasar mengenai filsafat Jepang, yaitu :
1. Filsafat Jepang dimulai pada era Meiji dengan
mengkombinasikan konsep-konsep Budha yang kemudian menjadi Tetsugaku.
2. Logika empirisme diperkenalkan
setelah Perang Dunia kedua.
3. Filsafat ilmu yang beraliran Marx
muncul pada tahun sekitar 1930-an dengan tokoh utamanya bernama Mitsuo Taketani
yang mempublikasikan Doktrin Tiga Tahap
Pengembangan Ilmu pada tahun
1936.
Tetsugaku
digunakan untuk menggambarkan bahwa masyarakat Jepang terkadang pemilih
terhadap hal-hal yang dapat membantu pembangunan masyarakat modern, terkadang
muncul ketidakpercayaan akibat hilangnya spiritualitas dengan munculnya ancaman
yang bersifat etnosentris karena mereka tidak terbiasa dengan hal-hal baru.
Keberadaan sejarah filsafat di Jepang tidak cukup untuk membuktikan bahwa
filsafat Jepang cukup dikenal. Dapat dikatakan bahwa filsafat di Jepang
diadopsi dari filsafat Cina maupun dari Barat, karena Jepang tidak memiliki
filsafat asli. Sebetulnya filsafat Jepang dapat tercipta bukan karena hanya
menyalin maupun mengadopsi, melainkan mengembangkan filsafat Timur dan Barat
dengan mempelajari masalah-masalah yang ada dengan cara yang baru dan
mengembangkannya sesuai dengan gaya Jepang.
Tujuan
utama filsafat pada abad ketujuh dan kedelapan adalah untuk mengintegrasikan
ide-ide yang tersedia, baik asing maupun pribumi menjadi sebuah pandangan dunia
yang sistematis dalam pelayanan stabilitas politik.
Sejarah
filsafat di Jepang dibagi menjadi empat periode yang meliputi :
1. Buddhisme
1. Buddhisme
Merupakan
salah satu sumber-sumber filsafat Jepang. Meskipun berasal dari India,
Buddhisme berkembang dengan budaya yang berbeda dan itulah yang membuat
Buddhisme Cina yang paling langsung mempengaruhi pemikiran Jepang yang
disebarkan oleh pangeran Shotoku dengan memberikan moral yang baik kepada
masyarakatnya yang berbunyi "walaupun orang lain membuat kita marah,
marilah kita takut akan kesalahan kita sendiri, dan walaupun kita sendiri
mungkin benar, mari kita ikuti yang lebih banyak dan bersikap seperti
mereka". Nilai keselarasan ini ditekankan berulang kali dalam Konstitusi
sedemikian rupa sehingga pedoman moral dapat berkuasa. Buddhisme mendorong
pencapaian keadaan yang cerah di mana satu akhirnya menyadari bahwa sifat utama
realitas adalah Keesaan transenden yang dipahami sebagai realitas empiris
sebagai sesuatu yang kosong. Tujuan akhirnya adalah untuk membuktikan
kekosongan dari semua akar tentang keberadaan alam semesta dengan menarik
perhatian pada pengalaman nyata yang transenden dimana dalam mempelajari
Buddhisme adalah untuk mempelajari diri sendiri dengan melupakan diri sendiri
untuk mewujudkan diri sebagai segala sesuatu dengan menanggalkan pikiran
sendiri, tubuh, maupun orang lain. Buddhisme mengajarkan bahwa egoisme adalah
penyebab utama dari penderitaan manusia dan ketidakpuasan, dengan mengontrol
keinginan dan menghilangkan egoisme maka seseorang dapat mencapai perdamaian
dan harmoni batin.
2.
Konfusianisme
Selama
periode Tokugawa, minat baru terhadap etika praktis dan pemerintah menyebabkan
hadirnya konfusianisme. Beberapa unsur Konfusianisme sudah hadir dalam
kebudayaan Jepang yang ditularkan dari Cina selama fase Budha. Pangeran Shotoku
menganut beberapa elemen yang meliputi "Bila anda menerima perintak
kekaisaran, gagal tidak cermat untuk mematuhinya. Tuhan adalah Surga, bawahan
adalah Bumi. Jika bumi berusaha untuk menyebarluaskan, Surga hanya akan jatuh
dalam kehancuran. Oleh karena itu, ketika penguasa berbicara maka bawahan harus
mendengarkan".
Konfusianisme
memberi Jepang model hirarki untuk tatanan sosial dan politik yang difokuskan
pada interaksi pribadi, menjelaskan tanggung jawab akan tugas yang relevan
dengan lima hubungan dasar : tuan-hamba, orang tua-anak, suami-istri, tua muda
dan teman-teman.
Konfusianisme mengidentifikasi pola pikir optimis dan humanistik yang dilakukan sendiri
Konfusianisme mengidentifikasi pola pikir optimis dan humanistik yang dilakukan sendiri
dengan
cara meneladani sikap positif dalam berbagai peran sosial.
Konfusianisme
mengandaikan bahwa pikiran dan perilaku berjalan seiring sehingga tidak ada hal
seperti itu sebagai ide baik dari seseorang yang bersifat buruk adalah orang
yang tidak berperilaku sesuai dengan peran sosial yang dimilkinya.
3.
Shintoisme
Adalah
tradisi keagamaan Jepang yang paling jelas mencerminkan pandangan asli dari
Jepang. Shinto telah mengalami perubahan terutama sejak restorasi Meiji 1868 yang
mengungkapkan bahwa perubahan di bidang politik dan sosial berarti perubahan
dalam arti Shinto itu sendiri yang adalah paham lokal dan berbasis kuil bukan
berakar pada tradisi doktrinal.
Sepanjang sejarah Jepang, Shinto telah memberikan upacara ritual bagi pemerintahan dan masyarakat yang bercita-cita etis dan banyak dari keyakinan agama yang sebenarnya berasal dari Konfusianisme dan Buddhisme. Setelah restorasi Meiji tahun 1868 muncul bentuk baru dari Shinto sebagai "Negara Shinto" yang dikembangkan oleh pemerintah Jepang dalam usaha untuk menutup pintu masa lalu feodal Jepang dan menyatukan pikiran orang Jepang dalam program modernisasi dan perluasan industri dalam rangka untuk mengejar ketinggalan dengan Barat dengan dipaksa untuk beradaptasi. Shinto telah berkontribusi kuat terhadap pandangan Jepang bahwa identitas seseorang didefinisikan oleh masyarakat daripada kepentingan dalam individu, juga memberikan orang Jepang rasa nasionalisme yang tinggi melalui mitos penciptaan.
4. Filsafat Jepang setelah periode Meiji
Sepanjang sejarah Jepang, Shinto telah memberikan upacara ritual bagi pemerintahan dan masyarakat yang bercita-cita etis dan banyak dari keyakinan agama yang sebenarnya berasal dari Konfusianisme dan Buddhisme. Setelah restorasi Meiji tahun 1868 muncul bentuk baru dari Shinto sebagai "Negara Shinto" yang dikembangkan oleh pemerintah Jepang dalam usaha untuk menutup pintu masa lalu feodal Jepang dan menyatukan pikiran orang Jepang dalam program modernisasi dan perluasan industri dalam rangka untuk mengejar ketinggalan dengan Barat dengan dipaksa untuk beradaptasi. Shinto telah berkontribusi kuat terhadap pandangan Jepang bahwa identitas seseorang didefinisikan oleh masyarakat daripada kepentingan dalam individu, juga memberikan orang Jepang rasa nasionalisme yang tinggi melalui mitos penciptaan.
4. Filsafat Jepang setelah periode Meiji
Filsuf
Jepang dengan cepat mengenal kesamaan antara filsafat holistik dan interpretasi
mereka sendiri yang berasal dari warisan filsafat Buddhis. Nishida menerapkan
metode fenomenologis, tetapi juga mengambangkan sebuah kritik terhadap proyeknya
yang menyatakan telah memberikan prioritas yang lebih kepada konsep waktu atas
ruang. Nishida memperkenalkan konsep tentang pengalaman murni.
Kesadaran
individu yang dipertahankan oleh para filsuf sekolah Kyoto pada tahun 1930
mendukung meningkatnya ideologi pada waktu itu dengan meninggalkan kepentingan
subyektif demi kepentingan negara. Sekolah kyoto telah banyak dikritik karena
hal ini, terutama dari gerakan demokratis dan Marxis di Jepang. Filsafat Jepang
mengalami ketegangan antara mengatasi dualitas subyek-obyek pemikiran Barat,
namun di satu sisi terdapat perkembangan berpikir secara kritis.
Setelah restorasi Meiji
Kekalahan
dalam perang dunia kedua menyebabkan banyak filsuf memikirkan kembali posisi
mereka. Dalam mengingatkan semangat para pemikir Budda Kamakura, banyak filsuf
yang telah berpaling untuk memeriksa kembali sifat eksistensi manusia yang
sekarang dapat dirumuskan dalam kaitannya dengan problematika eksistensialisme
maupun Buddhisme. Pada saat yang sama beberapa filsuf Jepang terus meneliti
studi ilmiah filsafat Barat. Terakhir dan terutama sejak tahun 1960-an, ada
individu dan kelompok filsuf yang telah meneliti arah provokatif baru yang
menggambarkan ide-ide mereka dari berbagai sumber termasuk Barat, psikoanalis
ilmu pengetahuan dan fenomenologi serta pemikiran Asia tradisional dan obat.
Fenomena ini adalah contoh lain dari pola berulang dalam sejarah filsafat
Jepang : Asimilasi dan Adaptasi dari ide-ide asing terhadap latar belakang dari
tradisi yang berkelanjutan.
Pencerahan
Dalam Restorasi Meiji , masyarakat sipil diperkenalkan
tentang utilitarianisme dan Darwinisme sosial dari Inggris,
dan kedaulatan rakyat dari Jean-Jacques Rousseau dari Perancis.
Para pemikir awal periode Meiji
menganjurkan pencerahan
yang telah digunakan Inggris. Mereka berusaha untuk mengkritik otoritas dan feodalisme tradisional
Jepang. Namun, mereka
akhirnya selaras dengan pemerintah dan menerima modernisasi. Pada tahun
1873, Mori Arinori membentuk Meirokusha . Orang-orang
yang berkumpul di lembaga kebudayaan ini memiliki banyak kesamaan seperti
pentingnya berpikir praktis, karakteristik manusia yang praktis dan
mengasumsikan bentuk pemerintahan yang diterima sebagai kondisi negara yang
ideal. Mori Arinori dipromosikan oleh departemen pendidikan nasional sebagai
Menteri Pendidikan. Nishi Amane menegaskan
sebuah perilaku manusia berdasarkan kepentingan. Kato Hiroyuki
membuang hak alamiah, ini dipengaruhi oleh pemikiran
sosial Darwinisme.
Fukuzawa Yukichi yang
memperkenalkan utilitarianisme Inggris ke Jepang
menganjurkan hak-hak alami yang berasumsi bahwa hak asasi manusia diberi dari
langit.
Ia menilai
perkembangan peradaban menjadi
perkembangan jiwa manusia, dan diasumsikan bahwa kemerdekaan menyebabkan kemerdekaan di satu negara. Fukuzawa berpendapat bahwa adanya pemerintah adalah "demi
kenyamanan", dan bentuknya harus sesuai
dengan budaya Jepang. Dia mengatakan
bahwa tidak ada bentuk ideal tunggal pemerintah. Selain itu, ia
menegaskan bahwa Jepang harus berpandangan
eksternal terhadap kekuatan besar.
Sementara anggota Meirokusha akhirnya
menganjurkan harmonisasi antara
pemerintah dan
rakyat, para pemikir menyerp ide tentang
demokrasi dari Perancis dan mereka mendukung ketahanan nasional dan
revolusi secara lisan melawan oligarki Meiji setelah Pemberontakan Satsuma. Pada 1874, Itagaki Taisuke memperkenalkan
pembentukan legislatif . Itu menyebar secara nasional
sebagai kebebasan dan menghormati hak – hak
masarakaat. Ueki Emori membantu
Itagaki dan ia menyusun konsep
radikal. Konsep ini sangat
dipengaruhi pemikiran Rousseau. Namun,
berkaitan dengan situasi Jepang, dia menunjukkan pentingnya monarki parlemen.
Dari periode akhir Meiji ke zaman Taisho , sebuah tren demokrasi menyebar
sebagai latar belakang borjuis kesadaran politik. Kini mengarah ke
gerakan politik untuk mengamankan Konstitusi dan untuk pemilihan populer.
Pada tahun 1911, Hiratsuka Raicho membentuk Seitosha. Dia menuntut
kebangkitan terhadap perempuan dan pengembangan gerakan feminis perempuan.
Sementara lembaga Yosano Akiko ditolak,
lembaga Raicho menekankan tentang ibu yang membesarkan anak dan ia mengakui
bantuan resmi bagi perempuan untuk menunjukkan kemampuan feminin mereka. Pada
1920, Raicho membentuk sebuah asosiasi baru bagi wanita dengan Ichikawa Fusae dan Oku Mumeo . Segera
setelah aktivitas mereka berhasil banyak wanita berpartisipasi di bidang
politik. Kemudian, Ichikawa membentuk lembaga baru dan meneruskan gerakan hak
untuk memilih bagi perempuan.
Filsafat Hidup Masyarakat Jepang
Ada
beberapa “filsafat, atau motto “ orang Jepang yang menyentuh hati kita,
terutama hati orang Asia yang agamais. Diantaranya adalah :
1. Bagi orang Jepang, bekerja itu
adalah juga berarti Ibadah.
2. Bekerja, berkarya adalah pengabdian
untuk kebaikan manusia, hidup yang diberikan oleh Tuhan, adalah untuk beramal
(berkerja) baik semata mata.
3. Motto perusahaan Jepang adalah: ”
tujuan perusahaan adalah mensejahterakan kariawan-kariawannya semaksimal
mungkin dan masarakat lainnya. “
4. Bagi orang Jepang Alam adalah sumber
imaginasi, pelajaran, untuk Hidup yang harmonis.
5. Hidup orang Jepang seperti kehidupan
masyarakat-Semut.
Sudah
menjadi rahasia umum bahwa bangsa Jepang adalah pekerja keras. Rata-rata jam
kerjapegawai di Jepang adalah 2450 jam/tahun, sangat tinggi dibandingkan dengan
Amerika (1957jam/tahun), Inggris (1911 jam/tahun), Jerman (1870 jam/tahun), dan
Perancis (1680 jam/tahun).Seorang pegawai di Jepang bisa menghasilkan sebuah
mobil dalam 9 hari, sedangkan pegawaidi negara lain memerlukan 47 hari untuk
membuat mobil yang bernilai sama. Seorang pekerjaJepang boleh dikatakan bisa
melakukan pekerjaan yang biasanya dikerjakan oleh 5-6 orang.Pulang cepat adalah
sesuatu yang boleh dikatakan “agak memalukan” di Jepang, danmenandakan bahwa
pegawai tersebut termasuk “yang tidak dibutuhkan” oleh perusahaan.
Malu
Malu adalah budaya leluhur dan turun temurun bangsa Jepang. Harakiri (bunuh diri denganmenusukkan pisau ke perut) menjadi ritual sejak era samurai, yaitu ketika mereka kalah danpertempuran. Masuk ke dunia modern, wacananya sedikit berubah ke fenomena“mengundurkan diri” bagi para pejabat (mentri, politikus, dsb) yang terlibat masalah korupsiatau merasa gagal menjalankan tugasnya. Efek negatifnya mungkin adalah anak-anak SD, SMP yang kadang bunuh diri, karena nilainya jelek atau tidak naik kelas. Karena malu jugalah, orang Jepang lebih senang memilih jalan memutar daripada mengganggu pengemudi di belakangnya dengan memotong jalur di tengah jalan. Mereka malu terhadap lingkungannya apabila mereka melanggar peraturan ataupun norma yang sudah menjadi kesepakatan umum.
Malu adalah budaya leluhur dan turun temurun bangsa Jepang. Harakiri (bunuh diri denganmenusukkan pisau ke perut) menjadi ritual sejak era samurai, yaitu ketika mereka kalah danpertempuran. Masuk ke dunia modern, wacananya sedikit berubah ke fenomena“mengundurkan diri” bagi para pejabat (mentri, politikus, dsb) yang terlibat masalah korupsiatau merasa gagal menjalankan tugasnya. Efek negatifnya mungkin adalah anak-anak SD, SMP yang kadang bunuh diri, karena nilainya jelek atau tidak naik kelas. Karena malu jugalah, orang Jepang lebih senang memilih jalan memutar daripada mengganggu pengemudi di belakangnya dengan memotong jalur di tengah jalan. Mereka malu terhadap lingkungannya apabila mereka melanggar peraturan ataupun norma yang sudah menjadi kesepakatan umum.
Hidup Hemat
Orang
Jepang memiliki semangat hidup hemat dalam keseharian. Sikap anti konsumerisme
berlebihan ini nampak dalam berbagai bidang kehidupan. Di masa awal mulai
kehidupan di Jepang, Banyaknya orang Jepang ramai belanja disupermarket
pada sekitar jam 19:30. Selidik punya selidik, ternyata sudah menjadi hal yang
biasa bahwa supermarket di Jepang akan memotong harga sampai separuhnya pada
waktusekitar setengah jam sebelum tutup. Seperti diketahui bahwa Supermarket di
Jepang rata-ratatutup pada pukul 20:00.
Loyalitas
Loyalitas membuat sistem karir di sebuah perusahaan berjalan dan tertata dengan rapi. Sedikitberbeda dengan sistem di Amerika dan Eropa, sangat jarang orang Jepang yang berpindah-pindah pekerjaan. Mereka biasanya bertahan di satu atau dua perusahaan sampai pensiun. Ini mungkin implikasi dari Industri di Jepang yang kebanyakan hanya mau menerima freshgraduate, yang kemudian mereka latih dan didik sendiri sesuai dengan bidang garapan (corebusiness) perusahaan.
Inovasi
Jepang bukan bangsa penemu, tapi orang Jepang mempunyai kelebihan dalam meracik temuanorang dan kemudian memasarkannya dalam bentuk yang diminati oleh masyarakat. Menarikmembaca kisah Akio Morita yang mengembangkan Sony Walkman yang melegenda itu. CasseteTape tidak ditemukan oleh Sony, patennya dimiliki oleh perusahaan Phillip Electronics. Tapi yang berhasil mengembangkan dan membundling model portable sebagai sebuah produk yang booming selama puluhan tahun adalah Akio Morita, founder dan CEO Sony pada masa itu. Sampai tahun 1995, tercatat lebih dari 300 model walkman lahir dan jumlah total produksi mencapai 150 juta produk. Teknik perakitan kendaraan roda empat juga bukan diciptakan orang Jepang, patennya dimiliki orang Amerika. Tapi ternyata Jepang dengan inovasinya bisa mengembangkan industri perakitan kendaraan yang lebih cepat dan murah.
Pantang
Menyerah
Sejarah
membuktikan bahwa Jepang termasuk bangsa yang tahan banting dan
pantangmenyerah. Puluhan tahun dibawah kekaisaran Tokugawa yang menutup semua
akses ke luarnegeri, Jepang sangat tertinggal dalam teknologi. Ketika restorasi
Meiji (meiji ishin) datang, bangsa Jepang cepat beradaptasi dan menjadi
fast-learner. Kemiskinan sumber daya alam jugatidak membuat Jepang menyerah.
Tidak hanya menjadi pengimpor minyak bumi, batubara, bijibesi dan kayu, bahkan
85% sumber energi Jepang berasal dari negara lain termasuk Indonesia. Kabarnya
kalau Indonesia menghentikan pasokan minyak bumi, maka 30% wilayah Jepang akan
gelap gulita Rentetan bencana terjadi di tahun 1945, dimulai dari bom atom di
Hiroshima dan Nagasaki, disusul dengan kalah perangnya Jepang, dan ditambahi
dengan adanya gempa bumi besar di Tokyo. Ternyata Jepang tidak habis. Dalam
beberapa tahun berikutnya Jepang sudahberhasil membangun industri otomotif dan
bahkan juga kereta cepat (shinkansen) . Mungkin cukup menakjubkan bagaimana Matsushita
Konosuke yang usahanya hancur dan hampirter singkir dari bisnis peralatan
elektronik di tahun 1945 masih mampu merangkak, mulai darinol untuk membangun
industri sehingga menjadi kerajaan bisnis di era kekinian. Akio Moritajuga
awalnya menjadi tertawaan orang ketika menawarkan produk Cassete Tapenya
yangmungil ke berbagai negara lain. Tapi akhirnya melegenda dengan Sony
Walkman-nya. Yang juga cukup unik bahwa ilmu dan teori dimana orang harus
belajar dari kegagalan ini mulai diformulasikan di Jepang dengan nama shippaigaku
(ilmu kegagalan).
Budaya Baca
Jangan
kaget kalau anda datang ke Jepang dan masuk ke densha (kereta listrik),
sebagian besar penumpangnya baik anak-anak maupun dewasa sedang membaca buku
atau koran. Tidakpeduli duduk atau berdiri, banyak yang memanfaatkan waktu di
densha untuk membaca.Banyak penerbit yang mulai membuat man-ga (komik
bergambar) untuk materi-materikurikulum sekolah baik SD, SMP maupun SMA.
Pelajaran Sejarah, Biologi, Bahasa, dsb disajikandengan menarik yang membuat
minat baca masyarakat semakin tinggi. Saya pernah membahasmasalah komik
pendidikan di blog ini. Budaya baca orang Jepang juga didukung oleh
kecepatandalam proses penerjemahan buku-buku asing (bahasa inggris, perancis,
jerman, dsb). Konon kabarnya legenda penerjemahan buku-buku asing sudah dimulai
pada tahun 1684, seiringdibangunnya institute penerjemahan dan terus berkembang
sampai jaman modern. Biasanyaterjemahan buku bahasa Jepang sudah tersedia dalam
beberapa minggu sejak buku asingnya diterbitkan.
Kerjasama Kelompok
Budaya
di Jepang tidak terlalu mengakomodasi kerja-kerja yang terlalu bersifat
individualistik.Termasuk klaim hasil pekerjaan, biasanya ditujukan untuk tim
atau kelompok tersebut.Fenomena ini tidak hanya di dunia kerja, kondisi kampus
dengan lab penelitiannya juga sepertiitu, mengerjakan tugas mata kuliah
biasanya juga dalam bentuk kelompok. Kerja dalamkelompok mungkin salah satu
kekuatan terbesar orang Jepang. Ada anekdot bahwa “1 orangprofessor Jepang akan
kalah dengan satu orang professor Amerika, hanya 10 orang professorAmerika
tidak akan bisa mengalahkan 10 orang professor Jepang yang berkelompok”
.Musyawarah mufakat atau sering disebut dengan “rin-gi” adalah ritual dalam
kelompok.Keputusan strategis harus dibicarakan dalam “rin-gi”.
Mandiri
Sejak
usia dini anak-anak dilatih untuk mandiri. Irsyad, anak saya yang paling gede
sempatmerasakan masuk TK (Yochien) di Jepang. Dia harus membawa 3 tas besar
berisi pakaian ganti,bento (bungkusan makan siang), sepatu ganti, buku-buku,
handuk dan sebotol besar minumanyang menggantung di lehernya. Di Yochien setiap
anak dilatih untuk membawa perlengkapan sendiri, dan bertanggung jawab terhadap
barang miliknya sendiri. Lepas SMA dan masuk bangkukuliah hampir sebagian besar
tidak meminta biaya kepada orang tua. Teman-temen seangkatansaya dulu di
Saitama University mengandalkan kerja part time untuk biaya sekolah
dankehidupan sehari-hari. Kalaupun kehabisan uang, mereka “meminjam” uang ke
orang tua yangitu nanti mereka kembalikan di bulan berikutnya. 10.
Jaga Tradisi & Menghormati Orang Tua.
Jaga Tradisi & Menghormati Orang Tua.
Perkembangan
teknologi dan ekonomi, tidak membuat bangsa Jepang kehilangan tradisi
danbudayanya. Budaya perempuan yang sudah menikah untuk tidak bekerja masih ada
dan hidupsampai saat ini. Budaya minta maaf masih menjadi reflek orang Jepang.
Kalau suatu hari anda naik sepeda di Jepang dan menabrak pejalan kaki , maka
jangan kaget kalau yang kita tabrak malah yang minta maaf duluan. Sampai saat
ini orang Jepang relatif menghindari berkata “tidak” untuk apabila
mendapattawaran dari orang lain. Jadi kita harus hati-hati dalam pergaulan
dengan orang Jepang karena “hai” belum tentu “ya” bagi orang Jepang Pertanian
merupakan tradisi leluhur dan aset pentingdi Jepang. Persaingan keras karena
masuknya beras Thailand dan Amerika yang murah, tidakmenyurutkan langkah
pemerintah Jepang untuk melindungi para petaninya. Kabarnya tanahyang dijadikan
lahan pertanian mendapatkan pengurangan pajak yang signifikan, termasukbeberapa
insentif lain untuk orang-orang yang masih bertahan di dunia pertanian. PertanianJepang
merupakan salah satu yang tertinggi di dunia.
No comments:
Post a Comment