Thursday, 19 February 2015

FILSAFAT JEPANG



FILSAFAT JEPANG
Kebudayaan Jepang telah banyak berubah dari zaman ke zaman dari kebudayaan asli negara ini. Setalah beberapa pengaruh dari gelombang imigrasi dari benua lain disekitar Kepulauan Pasifik yang diikuti dengan masuknya budaya Tiongkok, Jepang memgalami masa isolasi yang panjang dari dunia luar dibawah Kashogunan Tokugawa sampai datangnya "The Black Ships" dan era Meiji. Banyak pengaruh kebudayaan yang mengkombinasi dalam negara ini yaitu Asia, Eropa, dan Amerika Utara. 
Di negara Jepang istilah filsafat disebut Kitetsugaku yang berarti ilmu mencari kebijaksanaan yang diperkenalkan oleh Nishi Amane pada tahun 1862 yang 12 tahun kemudia ia singkat istilahnya menjadi "tetsugaku" yang menggambarkan sesuatu yang dirasakan menguntungkan untuk Jepang sebagai suatu kondisi yang diperlukan untuk membangun masyarakat yang modern.


Tetsugaku adalah kata dalam bahasa Jepang yang berarti filsafat. Terdapat tiga fakta dasar mengenai filsafat Jepang, yaitu :
1.       Filsafat Jepang dimulai pada era Meiji dengan mengkombinasikan konsep-konsep Budha yang kemudian menjadi Tetsugaku.
2.      Logika empirisme diperkenalkan setelah Perang Dunia kedua.
3.      Filsafat ilmu yang beraliran Marx muncul pada tahun sekitar 1930-an dengan tokoh utamanya bernama Mitsuo Taketani yang mempublikasikan Doktrin Tiga Tahap
Pengembangan Ilmu pada tahun 1936. 

Tetsugaku digunakan untuk menggambarkan bahwa masyarakat Jepang terkadang pemilih terhadap hal-hal yang dapat membantu pembangunan masyarakat modern, terkadang muncul ketidakpercayaan akibat hilangnya spiritualitas dengan munculnya ancaman yang bersifat etnosentris karena mereka tidak terbiasa dengan hal-hal baru. Keberadaan sejarah filsafat di Jepang tidak cukup untuk membuktikan bahwa filsafat Jepang cukup dikenal. Dapat dikatakan bahwa filsafat di Jepang diadopsi dari filsafat Cina maupun dari Barat, karena Jepang tidak memiliki filsafat asli. Sebetulnya filsafat Jepang dapat tercipta bukan karena hanya menyalin maupun mengadopsi, melainkan mengembangkan filsafat Timur dan Barat dengan mempelajari masalah-masalah yang ada dengan cara yang baru dan mengembangkannya sesuai dengan gaya Jepang. 

Tujuan utama filsafat pada abad ketujuh dan kedelapan adalah untuk mengintegrasikan ide-ide yang tersedia, baik asing maupun pribumi menjadi sebuah pandangan dunia yang sistematis dalam pelayanan stabilitas politik. 

Sejarah filsafat di Jepang dibagi menjadi empat periode yang meliputi :
1. Buddhisme
Merupakan salah satu sumber-sumber filsafat Jepang. Meskipun berasal dari India, Buddhisme berkembang dengan budaya yang berbeda dan itulah yang membuat Buddhisme Cina yang paling langsung mempengaruhi pemikiran Jepang yang disebarkan oleh pangeran Shotoku dengan memberikan moral yang baik kepada masyarakatnya yang berbunyi "walaupun orang lain membuat kita marah, marilah kita takut akan kesalahan kita sendiri, dan walaupun kita sendiri mungkin benar, mari kita ikuti yang lebih banyak dan bersikap seperti mereka". Nilai keselarasan ini ditekankan berulang kali dalam Konstitusi sedemikian rupa sehingga pedoman moral dapat berkuasa. Buddhisme mendorong pencapaian keadaan yang cerah di mana satu akhirnya menyadari bahwa sifat utama realitas adalah Keesaan transenden yang dipahami sebagai realitas empiris sebagai sesuatu yang kosong. Tujuan akhirnya adalah untuk membuktikan kekosongan dari semua akar tentang keberadaan alam semesta dengan menarik perhatian pada pengalaman nyata yang transenden dimana dalam mempelajari Buddhisme adalah untuk mempelajari diri sendiri dengan melupakan diri sendiri untuk mewujudkan diri sebagai segala sesuatu dengan menanggalkan pikiran sendiri, tubuh, maupun orang lain. Buddhisme mengajarkan bahwa egoisme adalah penyebab utama dari penderitaan manusia dan ketidakpuasan, dengan mengontrol keinginan dan menghilangkan egoisme maka seseorang dapat mencapai perdamaian dan harmoni batin. 




2. Konfusianisme
Selama periode Tokugawa, minat baru terhadap etika praktis dan pemerintah menyebabkan hadirnya konfusianisme. Beberapa unsur Konfusianisme sudah hadir dalam kebudayaan Jepang yang ditularkan dari Cina selama fase Budha. Pangeran Shotoku menganut beberapa elemen yang meliputi "Bila anda menerima perintak kekaisaran, gagal tidak cermat untuk mematuhinya. Tuhan adalah Surga, bawahan adalah Bumi. Jika bumi berusaha untuk menyebarluaskan, Surga hanya akan jatuh dalam kehancuran. Oleh karena itu, ketika penguasa berbicara maka bawahan harus mendengarkan". 
Konfusianisme memberi Jepang model hirarki untuk tatanan sosial dan politik yang difokuskan pada interaksi pribadi, menjelaskan tanggung jawab akan tugas yang relevan dengan lima hubungan dasar : tuan-hamba, orang tua-anak, suami-istri, tua muda dan teman-teman.
Konfusianisme mengidentifikasi pola pikir optimis dan humanistik yang dilakukan sendiri
dengan cara meneladani sikap positif dalam berbagai peran sosial.
Konfusianisme mengandaikan bahwa pikiran dan perilaku berjalan seiring sehingga tidak ada hal seperti itu sebagai ide baik dari seseorang yang bersifat buruk adalah orang yang tidak berperilaku sesuai dengan peran  sosial yang dimilkinya. 

3. Shintoisme
Adalah tradisi keagamaan Jepang yang paling jelas mencerminkan pandangan asli dari Jepang. Shinto telah mengalami perubahan terutama sejak restorasi Meiji 1868 yang mengungkapkan bahwa perubahan di bidang politik dan sosial berarti perubahan dalam arti Shinto itu sendiri yang adalah paham lokal dan berbasis kuil bukan berakar pada tradisi doktrinal.
Sepanjang sejarah Jepang, Shinto telah memberikan upacara ritual bagi pemerintahan dan masyarakat yang bercita-cita etis dan banyak dari keyakinan agama yang sebenarnya berasal dari Konfusianisme dan Buddhisme. Setelah restorasi Meiji tahun 1868 muncul bentuk baru dari Shinto sebagai "Negara Shinto" yang dikembangkan oleh pemerintah Jepang dalam usaha untuk menutup pintu masa lalu feodal Jepang dan menyatukan pikiran orang Jepang dalam program modernisasi dan perluasan industri dalam rangka untuk mengejar ketinggalan dengan Barat dengan dipaksa untuk beradaptasi. Shinto telah berkontribusi kuat terhadap pandangan Jepang bahwa identitas seseorang didefinisikan oleh masyarakat daripada kepentingan dalam individu, juga memberikan orang Jepang rasa nasionalisme yang tinggi melalui mitos penciptaan.

4. Filsafat Jepang setelah periode Meiji 
Filsuf Jepang dengan cepat mengenal kesamaan antara filsafat holistik dan interpretasi mereka sendiri yang berasal dari warisan filsafat Buddhis. Nishida menerapkan metode fenomenologis, tetapi juga mengambangkan sebuah kritik terhadap proyeknya yang menyatakan telah memberikan prioritas yang lebih kepada konsep waktu atas ruang. Nishida memperkenalkan konsep tentang pengalaman murni. 
Kesadaran individu yang dipertahankan oleh para filsuf sekolah Kyoto pada tahun 1930 mendukung meningkatnya ideologi pada waktu itu dengan meninggalkan kepentingan subyektif demi kepentingan negara. Sekolah kyoto telah banyak dikritik karena hal ini, terutama dari gerakan demokratis dan Marxis di Jepang. Filsafat Jepang mengalami ketegangan antara mengatasi dualitas subyek-obyek pemikiran Barat, namun di satu sisi terdapat perkembangan berpikir secara kritis. 

Setelah restorasi Meiji
Kekalahan dalam perang dunia kedua menyebabkan banyak filsuf memikirkan kembali posisi mereka. Dalam mengingatkan semangat para pemikir Budda Kamakura, banyak filsuf yang telah berpaling untuk memeriksa kembali sifat eksistensi manusia yang sekarang dapat dirumuskan dalam kaitannya dengan problematika eksistensialisme maupun Buddhisme. Pada saat yang sama beberapa filsuf Jepang terus meneliti studi ilmiah filsafat Barat. Terakhir dan terutama sejak tahun 1960-an, ada individu dan kelompok filsuf yang telah meneliti arah provokatif baru yang menggambarkan ide-ide mereka dari berbagai sumber termasuk Barat, psikoanalis ilmu pengetahuan dan fenomenologi serta pemikiran Asia tradisional dan obat. Fenomena ini adalah contoh lain dari pola berulang dalam sejarah filsafat Jepang : Asimilasi dan Adaptasi dari ide-ide asing terhadap latar belakang dari tradisi yang berkelanjutan. 

Pencerahan
Dalam Restorasi Meiji , masyarakat sipil diperkenalkan tentang utilitarianisme dan Darwinisme sosial dari Inggris, dan kedaulatan rakyat dari Jean-Jacques Rousseau dari Perancis.
Para pemikir awal periode Meiji menganjurkan pencerahan yang telah digunakan Inggris. Mereka berusaha untuk mengkritik otoritas dan feodalisme tradisional Jepang. Namun, mereka akhirnya selaras dengan pemerintah dan menerima modernisasi. Pada tahun 1873, Mori Arinori membentuk Meirokusha . Orang-orang yang berkumpul di lembaga kebudayaan ini memiliki banyak kesamaan seperti pentingnya berpikir praktis, karakteristik manusia yang praktis dan mengasumsikan bentuk pemerintahan yang diterima sebagai kondisi negara yang ideal. Mori Arinori dipromosikan oleh departemen pendidikan nasional sebagai Menteri Pendidikan. Nishi Amane menegaskan sebuah perilaku manusia berdasarkan kepentingan. Kato Hiroyuki membuang hak alamiah, ini dipengaruhi oleh pemikiran sosial Darwinisme.
Fukuzawa Yukichi yang memperkenalkan utilitarianisme Inggris ke Jepang menganjurkan hak-hak alami yang berasumsi bahwa hak asasi manusia diberi dari langit. Ia menilai perkembangan peradaban menjadi perkembangan jiwa manusia, dan diasumsikan bahwa kemerdekaan menyebabkan kemerdekaan di satu negara. Fukuzawa berpendapat bahwa adanya pemerintah adalah "demi kenyamanan", dan bentuknya harus sesuai dengan budaya Jepang. Dia mengatakan bahwa tidak ada bentuk ideal tunggal pemerintah. Selain itu, ia menegaskan bahwa Jepang harus berpandangan eksternal terhadap kekuatan besar.
Sementara anggota Meirokusha akhirnya menganjurkan harmonisasi antara pemerintah dan rakyat, para pemikir menyerp ide tentang demokrasi dari Perancis dan mereka mendukung ketahanan nasional dan revolusi secara lisan melawan oligarki Meiji setelah Pemberontakan Satsuma. Pada 1874, Itagaki Taisuke memperkenalkan pembentukan legislatif . Itu menyebar secara nasional sebagai kebebasan dan menghormati hak – hak masarakaat. Ueki Emori membantu Itagaki dan ia menyusun konsep radikal. Konsep ini sangat dipengaruhi pemikiran Rousseau. Namun, berkaitan dengan situasi Jepang, dia menunjukkan pentingnya monarki parlemen.
Dari periode akhir Meiji ke zaman Taisho , sebuah tren demokrasi menyebar sebagai latar belakang borjuis kesadaran politik. Kini mengarah ke gerakan politik untuk mengamankan Konstitusi dan untuk pemilihan populer.
Pada tahun 1911, Hiratsuka Raicho membentuk Seitosha. Dia menuntut kebangkitan terhadap perempuan dan pengembangan gerakan feminis perempuan. Sementara lembaga Yosano Akiko ditolak, lembaga Raicho menekankan tentang ibu yang membesarkan anak dan ia mengakui bantuan resmi bagi perempuan untuk menunjukkan kemampuan feminin mereka. Pada 1920, Raicho membentuk sebuah asosiasi baru bagi wanita dengan Ichikawa Fusae dan Oku Mumeo . Segera setelah aktivitas mereka berhasil banyak wanita berpartisipasi di bidang politik. Kemudian, Ichikawa membentuk lembaga baru dan meneruskan gerakan hak untuk memilih bagi perempuan.
Filsafat Hidup Masyarakat Jepang
Ada beberapa “filsafat, atau motto “ orang Jepang yang menyentuh hati kita, terutama hati orang Asia yang agamais. Diantaranya adalah :
1.      Bagi orang Jepang, bekerja itu adalah juga berarti Ibadah.
2.      Bekerja, berkarya adalah pengabdian untuk kebaikan manusia, hidup yang diberikan oleh Tuhan, adalah untuk beramal (berkerja) baik semata mata.
3.      Motto perusahaan Jepang adalah: ” tujuan perusahaan adalah mensejahterakan kariawan-kariawannya semaksimal mungkin dan masarakat lainnya. “
4.      Bagi orang Jepang Alam adalah sumber imaginasi, pelajaran, untuk Hidup yang harmonis.
5.      Hidup orang Jepang seperti kehidupan masyarakat-Semut.

Kerja Keras
Sudah menjadi rahasia umum bahwa bangsa Jepang adalah pekerja keras. Rata-rata jam kerjapegawai di Jepang adalah 2450 jam/tahun, sangat tinggi dibandingkan dengan Amerika (1957jam/tahun), Inggris (1911 jam/tahun), Jerman (1870 jam/tahun), dan Perancis (1680 jam/tahun).Seorang pegawai di Jepang bisa menghasilkan sebuah mobil dalam 9 hari, sedangkan pegawaidi negara lain memerlukan 47 hari untuk membuat mobil yang bernilai sama. Seorang pekerjaJepang boleh dikatakan bisa melakukan pekerjaan yang biasanya dikerjakan oleh 5-6 orang.Pulang cepat adalah sesuatu yang boleh dikatakan “agak memalukan” di Jepang, danmenandakan bahwa pegawai tersebut termasuk “yang tidak dibutuhkan” oleh perusahaan. 
Malu
Malu adalah budaya leluhur dan turun temurun bangsa Jepang. Harakiri (bunuh diri denganmenusukkan pisau ke perut) menjadi ritual sejak era samurai, yaitu ketika mereka kalah danpertempuran. Masuk ke dunia modern, wacananya sedikit berubah ke fenomena“mengundurkan diri” bagi para pejabat (mentri, politikus, dsb) yang terlibat masalah korupsiatau merasa gagal menjalankan tugasnya. Efek negatifnya mungkin adalah anak-anak SD, SMP yang kadang bunuh diri, karena nilainya jelek atau tidak naik kelas. Karena malu jugalah, orang Jepang lebih senang memilih jalan memutar daripada mengganggu pengemudi di belakangnya dengan memotong jalur di tengah jalan. Mereka malu terhadap lingkungannya apabila mereka melanggar peraturan ataupun norma yang sudah menjadi kesepakatan umum. 

Hidup Hemat
Orang Jepang memiliki semangat hidup hemat dalam keseharian. Sikap anti konsumerisme berlebihan ini nampak dalam berbagai bidang kehidupan. Di masa awal mulai kehidupan di Jepang,  Banyaknya orang Jepang ramai belanja disupermarket pada sekitar jam 19:30. Selidik punya selidik, ternyata sudah menjadi hal yang biasa bahwa supermarket di Jepang akan memotong harga sampai separuhnya pada waktusekitar setengah jam sebelum tutup. Seperti diketahui bahwa Supermarket di Jepang rata-ratatutup pada pukul 20:00.

Loyalitas
Loyalitas membuat sistem karir di sebuah perusahaan berjalan dan tertata dengan rapi. Sedikitberbeda dengan sistem di Amerika dan Eropa, sangat jarang orang Jepang yang berpindah-pindah pekerjaan. Mereka biasanya bertahan di satu atau dua perusahaan sampai pensiun. Ini mungkin implikasi dari Industri di Jepang yang kebanyakan hanya mau menerima freshgraduate, yang kemudian mereka latih dan didik sendiri sesuai dengan bidang garapan (corebusiness) perusahaan.

Inovasi

Jepang bukan bangsa penemu, tapi orang Jepang mempunyai kelebihan dalam meracik temuanorang dan kemudian memasarkannya dalam bentuk yang diminati oleh masyarakat. Menarikmembaca kisah Akio Morita yang mengembangkan Sony Walkman yang melegenda itu. CasseteTape tidak ditemukan oleh Sony, patennya dimiliki oleh perusahaan Phillip Electronics. Tapi yang berhasil mengembangkan dan membundling model portable sebagai sebuah produk yang booming selama puluhan tahun adalah Akio Morita, founder dan CEO Sony pada masa itu. Sampai tahun 1995, tercatat lebih dari 300 model walkman lahir dan jumlah total produksi mencapai 150 juta produk. Teknik perakitan kendaraan roda empat juga bukan diciptakan orang Jepang, patennya dimiliki orang Amerika. Tapi ternyata Jepang dengan inovasinya bisa mengembangkan industri perakitan kendaraan yang lebih cepat dan murah. 



Pantang Menyerah
Sejarah membuktikan bahwa Jepang termasuk bangsa yang tahan banting dan pantangmenyerah. Puluhan tahun dibawah kekaisaran Tokugawa yang menutup semua akses ke luarnegeri, Jepang sangat tertinggal dalam teknologi. Ketika restorasi Meiji (meiji ishin) datang, bangsa Jepang cepat beradaptasi dan menjadi fast-learner. Kemiskinan sumber daya alam jugatidak membuat Jepang menyerah. Tidak hanya menjadi pengimpor minyak bumi, batubara, bijibesi dan kayu, bahkan 85% sumber energi Jepang berasal dari negara lain termasuk Indonesia. Kabarnya kalau Indonesia menghentikan pasokan minyak bumi, maka 30% wilayah Jepang akan gelap gulita Rentetan bencana terjadi di tahun 1945, dimulai dari bom atom di Hiroshima dan Nagasaki, disusul dengan kalah perangnya Jepang, dan ditambahi dengan adanya gempa bumi besar di Tokyo. Ternyata Jepang tidak habis. Dalam beberapa tahun berikutnya Jepang sudahberhasil membangun industri otomotif dan bahkan juga kereta cepat (shinkansen) . Mungkin cukup menakjubkan bagaimana Matsushita Konosuke yang usahanya hancur dan hampirter singkir dari bisnis peralatan elektronik di tahun 1945 masih mampu merangkak, mulai darinol untuk membangun industri sehingga menjadi kerajaan bisnis di era kekinian. Akio Moritajuga awalnya menjadi tertawaan orang ketika menawarkan produk Cassete Tapenya yangmungil ke berbagai negara lain. Tapi akhirnya melegenda dengan Sony Walkman-nya. Yang juga cukup unik bahwa ilmu dan teori dimana orang harus belajar dari kegagalan ini mulai diformulasikan di Jepang dengan nama shippaigaku (ilmu kegagalan).

Budaya Baca
Jangan kaget kalau anda datang ke Jepang dan masuk ke densha (kereta listrik), sebagian besar penumpangnya baik anak-anak maupun dewasa sedang membaca buku atau koran. Tidakpeduli duduk atau berdiri, banyak yang memanfaatkan waktu di densha untuk membaca.Banyak penerbit yang mulai membuat man-ga (komik bergambar) untuk materi-materikurikulum sekolah baik SD, SMP maupun SMA. Pelajaran Sejarah, Biologi, Bahasa, dsb disajikandengan menarik yang membuat minat baca masyarakat semakin tinggi. Saya pernah membahasmasalah komik pendidikan di blog ini. Budaya baca orang Jepang juga didukung oleh kecepatandalam proses penerjemahan buku-buku asing (bahasa inggris, perancis, jerman, dsb). Konon kabarnya legenda penerjemahan buku-buku asing sudah dimulai pada tahun 1684, seiringdibangunnya institute penerjemahan dan terus berkembang sampai jaman modern. Biasanyaterjemahan buku bahasa Jepang sudah tersedia dalam beberapa minggu sejak buku asingnya diterbitkan.

Kerjasama Kelompok
Budaya di Jepang tidak terlalu mengakomodasi kerja-kerja yang terlalu bersifat individualistik.Termasuk klaim hasil pekerjaan, biasanya ditujukan untuk tim atau kelompok tersebut.Fenomena ini tidak hanya di dunia kerja, kondisi kampus dengan lab penelitiannya juga sepertiitu, mengerjakan tugas mata kuliah biasanya juga dalam bentuk kelompok. Kerja dalamkelompok mungkin salah satu kekuatan terbesar orang Jepang. Ada anekdot bahwa “1 orangprofessor Jepang akan kalah dengan satu orang professor Amerika, hanya 10 orang professorAmerika tidak akan bisa mengalahkan 10 orang professor Jepang yang berkelompok” .Musyawarah mufakat atau sering disebut dengan “rin-gi” adalah ritual dalam kelompok.Keputusan strategis harus dibicarakan dalam “rin-gi”.

Mandiri
Sejak usia dini anak-anak dilatih untuk mandiri. Irsyad, anak saya yang paling gede sempatmerasakan masuk TK (Yochien) di Jepang. Dia harus membawa 3 tas besar berisi pakaian ganti,bento (bungkusan makan siang), sepatu ganti, buku-buku, handuk dan sebotol besar minumanyang menggantung di lehernya. Di Yochien setiap anak dilatih untuk membawa perlengkapan sendiri, dan bertanggung jawab terhadap barang miliknya sendiri. Lepas SMA dan masuk bangkukuliah hampir sebagian besar tidak meminta biaya kepada orang tua. Teman-temen seangkatansaya dulu di Saitama University mengandalkan kerja part time untuk biaya sekolah dankehidupan sehari-hari. Kalaupun kehabisan uang, mereka “meminjam” uang ke orang tua yangitu nanti mereka kembalikan di bulan berikutnya. 10.
Jaga Tradisi & Menghormati Orang Tua.

Perkembangan teknologi dan ekonomi, tidak membuat bangsa Jepang kehilangan tradisi danbudayanya. Budaya perempuan yang sudah menikah untuk tidak bekerja masih ada dan hidupsampai saat ini. Budaya minta maaf masih menjadi reflek orang Jepang. Kalau suatu hari anda naik sepeda di Jepang dan menabrak pejalan kaki , maka jangan kaget kalau yang kita tabrak malah yang minta maaf duluan. Sampai saat ini orang Jepang relatif menghindari berkata “tidak” untuk apabila mendapattawaran dari orang lain. Jadi kita harus hati-hati dalam pergaulan dengan orang Jepang karena “hai” belum tentu “ya” bagi orang Jepang Pertanian merupakan tradisi leluhur dan aset pentingdi Jepang. Persaingan keras karena masuknya beras Thailand dan Amerika yang murah, tidakmenyurutkan langkah pemerintah Jepang untuk melindungi para petaninya. Kabarnya tanahyang dijadikan lahan pertanian mendapatkan pengurangan pajak yang signifikan, termasukbeberapa insentif lain untuk orang-orang yang masih bertahan di dunia pertanian. PertanianJepang merupakan salah satu yang tertinggi di dunia.

No comments:

Post a Comment